bismillahirrahmanirrahiim
28 Oktober 2018
Pernahkah tiba-tiba tersenyum, sambil mengingat, bersyukur, dan tak henti-hentinya mengucapkan kalimat tahmid ketika mengingat bahwa kedua kali menulis judul yang sama, usiamu bertambah 10 tahun? Ya aku merasakannya. 28 Oktober ini….
Dulu, aku sangat bersemangat menulis ‘curhat’ tentang Sumpah Pemuda, mengeluarkan semua uneg-uneg yang terpendam dan entah bagaimana caranya hanya bisa disampaikan lewat tulisan. Waktu itu, sangat menyenangkan bisa menyampaikan pendapat walaupun aku tahu kemungkinan kecil tidak ada yang membaca kecuali diriku sendiri. Tapi baiklah. Ini adalah sebuah tempat dimana dirimu bisa menjadi seseorangyang sesungguhnya di luar dunia yang ‘real’ kamu hadapi, begitu juga denganku.
Hari ini, aku ingin sedikit bertanya pada dunia, khususnya Indonesia. Apakah esensi pemuda bagi Indonesia? Bagiku, pemuda Indonesia adalah harta pusaka Indonesia. Mereka yang sedari bayi-hayat-dikandung-badan, bertanah air Indonesia. Sejak tumbuh kembangnya diasuh oleh negeri tercinta Indonesia. Selama usia balita mengikuti kegiatan Posyandu Balita yang diadakan oleh puskesmas setempat. Yang sejak usia prasekolah sudah mengikuti PAUD atau yang setaranya. Yang memasuki masa seragam putih-merah, putih-biru, putih-abu, mengikuti kurikulum pendidikan yang dirumuskan petinggi-petinggi pendidikan Indonesia. Jadilahpemuda Indonesia. Ah..aku lupa. Sejatinya pemuda bukanlah hanya sampai di situ. Sampai badan dikandung tanah, kitalah pemuda itu. Tidak ada batasan siapakah pemuda itu. Siapapun, asal orang Indonesia, dialahpemuda Indonesia, terlepas usai telah memakan dirinya.
Yang membuatku sedih adalah, kita mengaku berbahasa satu-Bahasa Indonesia, berbangsa satu-Bangsa Indonesia, bertanah air satu-Tanah Air Indonesia, tapi perilaku kita sama-sama menghancurkanpernyataan itu. Banyak sekali kehancuran-kehancuran di depan mata untuk bangsa ini. Pertikaian, fitnah, politik yang culas (walaupun aku sendiri tidak tahu, politik yang tidak culas adakah?), dan masih banyakmasalah lain. Yang paling menyedihkan adalah praktik korupsi. Bukan. Bukan hanya korupsi melainkan juga kolusi1 dan nepotisme2. Tidak perlu disebutkan satu-satu contoh nyata setiap harinya. Mulai dari masasekolah, di masyarakat, dan tentu saja dunia kerja. Aku sering berpikir, bagaimana mungkin lembaga pemerintah yang bertugas untuk memberantas korupsi akan sanggup untuk menangani ini semua. Bayangkan saja, bahkan anak sekolah sudah belajar untuk mengambil yang bukan miliknya (baca: mencontek). Ini adalah salah satu contoh yang paling sering kita tahu. Logikanya, ketika seseorang belajar sudah sepantasnya dia bisamenjawab soal. Dan begitu juga sebaliknya. Yang terjadi adalah, orang-orang yang malas belajar seenaknya mencontek temannya yang belajar.
Aku bukan orang yang pintar bin cerdas, yang bisa mengusai materi-materi dan nilainya selalu bagus ketika di bangku sekolah apalagi di bangku kuliah.(serius, aku bukan orang pintar, tapi beruntung) Tapi, apakah sama saja perjuangan orang yang sudah belajar vs orang yang malas? Bukankah yang mencontek mengambil sesuatu yang bukan haknya? Parahnya lagi, kadang yang kita temui di lapangan adalah kata-kata “Itu mah sudah biasa”. Aku jadi berpikir, apakah mencuri juga biasa? Kembali ke pertanyaan awal, apakah esensi pemuda bagi Indonesia? Apa tidak seharusnya pemuda yang di sumpah?
Bukankah sesuatu yang besar itu diawali dari yang kecil?
Catatan kaki:
1. Menurut KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia) kolusi adalah kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji; persekongkolan.
2. Menurut KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia) nepotisme adalah 1. perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat.2.kecenderungan untuk mengutamakan(menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah.
Komentar
Posting Komentar