Sebuah Pengingat


Sebuah Pengingat: Sebuah Cerita

Ini hari kesebelas di Tahun 2020. Aku berpikir kalau sebelas hari ini akan terasa biasa saja, maksudku mungkin terlewati seperti biasa. Aku bangun, berangkat, pulang, tidur, dan begitu sampai bosan sedangkan harusnya aku harus selalu bersyukur.  
Tampaknya aku salah.  Ini semua berawal dari sebuah curhatan yang tidak sengaja, mengalir seperti sebuah cerita. Cerita pendek penuh inspirasi dan juga kesedihan. Yah nanti kamu akan tahu apa itu.
“ Bodoh.”
“ Oh, dia dulu pernah ngunekke anakku dengan sebutan bodoh.”
Deretan kata-kata itu membuat bulu kudukku hampir berdiri kalau saja aku tidak meredamnya dengan berpikir serius.  Barusan, seorang temanku bercerita, tentang  memori 14 tahun silam.  Aku? Tentu saja aku lupa.  Benar-benar lupa.  Sampai aku sendiri tidak percaya mulut ini sebegitu kejamnya. Pernah ngunekke seseorang dengan sebutan bodoh. Lebih parahnya, orang tua dari anak laki-laki tersebut mengingatnya. Bahkan masih mengungkit sebagai petanda bahwa dirinya belum ikhlas anak laki-lakinya diperlakukan seperti itu. 
Aku hanya berharap bisa bertemu dengan orang tua tersebut dan meminta maaf atas sikapku dulu saat masih kelas 6 SD. Aku tidak mau mati membawa dosa karena sakit hati orang lain ataupun hidup dengan kebencian akibat perbuatanku.

Aku tidak perlu mendramatisir lagi kalau aku sangat menyesal. Tulisan ini hanya untuk mengingatkanku kalau mulut itu memang harus dididik paling awal dari anggota badan manapun. 
Pendidikan manusia:  Mulut adalah pertama dan semuanya akan mengikuti.

Ada satu lagi cerita tentang bahayanya perkataan yang tidak dilengkapi sistem detoksifikasi, sistem penyaringan-secara kiasan tentunya.
Cerita tentang kenyataan yang hadir setelah seorang manusia menampik bahwa dirinya tidak akan mengalaminya.


Komentar